Senin, 18 Januari 2010

Nasihat Jitu

Suatu ketika Raja Harun Ar Rasyid sedang menunaikan ibadah haji. Ketika sampai di pusat kota Kufah, tiba-tiba terlihat olehnya Abu Nawas sedang menaiki sebatang kayu berlarian kesana-kemari dan diikuti anak-anak dgn riangnya. Karena penasaran, Raja Harun Ar Rasyid kemudian bertanya kpd para pengawalnya. "Siapa dia?". "Dia si Abu Nawas yg gila itu". "Coba panggil kemari, tanpa ada yg tahu", perintah Raja Harun Ar Rasyid. "Baiklah ya Amirul Mukminin". Tidak berapa lama para pengawal itu berhasil membawa Abu Nawas kehadapan Raja Harun Ar Rasyid. "Salam bagimu wahai Abu Nawas", kata Raja Harun Ar Rasyid. "Salam kembali wahai Amirul Mukminin", jawab Abu Nawas. "Kami merindukanmu wahai Abu Nawas", kata Raja Harun Ar Rasyid. "Ya, tetapi aku tdk", jawabnya. "Berilah aku nasihat?". "Dengan apa aku menasihatimu, inilah istana dan kuburan mereka". "Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yg bagus". "Wahai Amirul Mukminin, barang siapa dikaruniai Allah SWT dgn harta dan ketampanan, lalu ia dpt menjaga kehormatannya dan ketampanannya, serta memberikan bantuan dgn hartanya, maka ia akan ditulis dlm daftar orang-orang yg saleh", katanya. Harun Ar Rasyid mengira Abu Nawas menginginkan sesuatu darinya. "Aku telah menyuruh orang-orangku utk membayar hutangmu", kata Harun Ar Rasyid. "Tidak, Amirul Mukminin. Hutang tdk dpt dibayar dgn hutang. Kembalikan harta itu kpd yg berhak. Bayarlah hutang diri Anda utk diri Anda sendiri". "Aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu". "Wahai Amirul Mukminin, apakah paduka berfikir bahwa Allah hanya memberikan karunia kpd Anda dan melupakanku?", setelah berkata demikian Abu Nawas segera berlalu dari hadapan Raja Harun Ar Rasyid.

Renungan di Kuburan

Pada suatu ketika Fulan sedang berjalan-jalan, tiba-tiba dirinya melihat Abu Nawas sedang berada di sebuah pekuburan. Fulan kemudian mendekatinya. Di sana ternyata Abu Nawas sedang menggantungkan kakinya di sebuah kubur seraya mempermainkan debu-debu di atas kubur itu. "Apa yg engkau lakukan di sini?", tanya Fulan. "Aku sedang bercengkerama dgn suatu kaum yg tdk pernah menyakitiku. Dan bila aku telah tiada mereka tidak menggunjingku", jawabnya. Harga-harga mulai naik, tidakkah engkau mau ikut berdo'a kpd Allah SWT, agar harga bs terkendali?" kata Fulan lagi. "Demi Allah, aku tdk mau peduli meskipun dibayar satu dinar pun. Sesungguhnya Allah telah meminta kita utk menyembah-Nya sebagaimana perintah-Nya, dan Allah memberikan rezeki kpd kita sebagaimana telah dijanjikan", Abu Nawas kemudian bertepuk tangan dan bernyanyi, "Wagai penikmat dunia dan perhiasannya, kedua matanya tak pernah tidur dari kelezatannya, kau hanya sibuk dgn apa yg teraih, apa yg hendak dikata ketika berjumpa dengan-Nya?"

Harta Pusaka

Pada suatu hari seseorang bertanya kpd Abu Nawas tentang pembagian harta pusaka. "Ada seseorang meninggal dunia. Ia meninggalkan seorang putra; seorang putri, seorang ibu, dan seorang istri. Sementara ia tdk meninggalkan harta pusaka. Bagaimana cara membagi pusaka peninggalannya?". "Oh, gampang. Yang jelas putra-putrinya mendapat bagian pusaka status yatim, ibunya mendapat bagian pusaka status wanita yg malang, dan istrinya mendapat bagian pusaka status janda serta puing-puing rumah", jawab Abu Nawas.

Sedih

Abu Nawas sedang duduk seorang diri di sudut masjid. Ia nampak sedih sekali. Seorang teman menghampirinya. "Kenapa kamu begitu sedih", tanyanya. "Aku bertengkar dgn ibu mertuaku yg bawel itu. Ia bersumpah tdk akan berbicara dgnku selama seminggu", jawab Abu Nawas. "Bukankah seharusnya kamu senang?". "Senang kepalamu! Ini hari terakhir dari seminggu itu", jawab Abu Nawas.

Siapa Abu Nawas?

Siapakah Abu Nawas? Tokoh yg dianggap badut namun juga dianggap ulama besar ini-sufi, tokoh super lucu yg tiada bandingnya ini aslinya orang Persia yg dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang Badui padang pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab. Ia juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. Ia sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid, Raja Baghdad.